THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Senin, 25 Oktober 2010

Mujizat yang Nyata

Hari itu Jumat, 22 Okt 2010, dimulainya perayaan Novena Tiga Salam Maria di gereja. Topik awal di Novena itu tentang mujizat yang baru saja diakui kalau terasa besar oleh manusia. Padahal sesungguhnya mujizat nyata se hari2 pun sangat besar kita rasakan. Dan itu memang benar! Saya merasakan sungguh betapa Tuhan senantiasa memberikan mujizatnya bagi kehidupan saya secara pribadi. Yang paling saya ingat, dan juga terasa oleh semua karyawan yang kerja di toko keramik kami, bahwa ketika terjadi gempa bumi di Tasikmalaya, Sep 2009 lalu, tidak ada satupun barang dagangan kami yang jatuh! Haleluya! Padahal dengan kekuatan gempa yang 7,3 SR banyak toko yang pajangan barangnya hancur. Toko kami memiliki pajangan cermin dan pintu kamar mandi yang disimpan diatas, Sungguh, setelah kejadian itu, kami sangat menyadari bahwa kuasa Tuhan bekerja untuk kami. Kami tidak mengalami kerugian materi untuk semua barang dagangan kami. Terimakasih Tuhan.

Kamis, 07 Oktober 2010

Puding

Hari ini aku mendapat masalah baru, yang bermuara pada perhitungan puding. Di rumah makan Ci Kwei Cin memang selalu menitipkan puding. Yang jadi masalah, karena pegawai lama keluar semua perhitungan puding itu jadi kacau. Untungnya pegawai lama itu mau membalas sms aku. Dengan senang hati Wiwin bersedia meng sms mantan bos nya. Jadi persoalan itu tidak berlarut-larut. Sekarang urusan puding itu sudah selesai. Entahlah ke depannya, apa ci Kwei Cin mau nitip lagi atau tidak. EGP lah. Uihhhh, kepenatan ini belum hilang. Tadi malam aku tiba2 bangun dan batuk. Entah aku mimpi apa, entah keselek air ludah sendiri, tenggorokan rasanya gatal sekali. Ternyata suami sudah pulang, dia sedang nontong tv. Dia tanya kenapa, aku bilang ngak apa2. Rasa yang tidak enak di dada memang sulit untuk hilang, jika memang akar permasalahannya tidak tercabut. Bagaimana mungkin terabut? Semuanya bermuara pada diri suami. Jika bercerai apa akan selesai? Hahaha. Tentu belum tentu. Hanya masalahnya akan berbeda. Dan apakah aku mampu menerima masalah itu nanti? Hahhaha. Masalah ini aja belum selesai. Kita lihat saja nanti2.

Rabu, 06 Oktober 2010

Pulang dari Singapura

Selasa malam jam 7, 5 Okt 2010, Ayang telp memberitahukan bahwa dia dan ayahnya sudah sampai di bandara Jakarta. Tetapi karena sampai pada malam hari, mereka akan tidur dulu di Bandung, di rumah kakak perempuan suami. Rabu siang, jam 12.30 mereka tiba di Tasikmalaya. Dengan segala kegembiraan yang Ayang miliki dia cerita pada adik2nya tentang perjalanan yang dia nikmati. Aku senang akhirnya Ayang merasakan juga yang namanya pergi ke LN. Hahaha. Entahlah, saya tidak merasa gembira ketika suami pulang. Cape mendengar lagi marah2nya. Kadang (atau mungkin seringkali) aku berpikir, seandainya aku tidak menikah. Aku memang penikmat bacaan tentang psikologi sejak remaja. Dari semua artikel yang aku baca tentang perkawinan, aku menangkap bahwa perkawinan itu adalah AWAL SUATU PERMASALAHAN, BUKAN PENYELESAIAN SUATU MASALAH. Karena itu, sebenarnya jauh di bawah alam sadar, aku tidak terlalu mengharapkan suami. Di semua artikel yang aku baca, banyak wanita yang dilecehkan dan dikhianati karena tidak mampu menghasilkan uang. Jadi dari dulu pun aku ingin tetap bekerja. Sayang sekali keinginan untuk tidak menikah tidak sesuai dengan jaman pada waktu itu. Apalagi aku menyadari bahwa aku hanyalah anak angkat. Jadi sangat tidak mungkin untuk mewujudkan keinginan untuk tidak menikah. Aku diberi Tuhan suatu bentuk fisik yang baik. Dengan cukup percaya diri aku berani mengatakan bahwa aku cantik menurut ukuran wanita umumnya. Hanya tinggi tubuh aku tidak proposional. Aku tergolong pendek, hanya 150 cm. Kondisi fisik yang cukup baik, tentunya aku layak "jual". Sayang sekali, pilihan ibu adopsi untuk mencarikan menantu ternyata meleset. Aku terlalu muda ketika pacaran. Jadi ilmu yang sering aku baca di psikologi itu gagal aku praktekan dalam dunia pacaran. Hahaha. Tetapi sesungguhnya, saat sekarang aku sudah menjadi seorang ibu, aku tidak terlalu ngotot memiliki menantu. Artinya, aku tidak pernah mengtargetkan anak2 untuk berumahtangga. Biarlah mereka mempunyai pilihan untuk kehidupan mereka kelak. Hanya yang selalu aku ingatkan bahwa mereka harus memiliki pekerjaan yang pasti, yang menghasilkan uang guna menunjang biaya dan gaya hidup mereka kelak. Bahkan aku siap seandainya anak laki2 aku memilih menjadi seorang pastur. Aku hanya mendoakan bilamana benar2 Tuhan memakai Acil menjadi palayannya, dia mampu menjadi "gembala" yang baik.
Kembali ke Ayang, terlihat sekali kebanggaan bahwa pada akhirnya dia merasakan ke LN. Aku senang seandainya pada masa2 yad, usaha kami di bidang keramik maju, dan mendapat bonus ke LN, dia bisa ambil kesempatan itu untuk lebih banyak lagi mengenal negara lain. Seandainya itu adalah Kehendak Tuhan, aku tahu itu akan terjadi. Amin.

Senin, 04 Oktober 2010

Pergi ke Singapura

Sabtu, 2 Okt 2010, anak aku yang paling besar dan suami pergi ke Jakarta, yang lalu selanjutnya pada Minggu pagi terbang ke Singapura. Ini adalah pertama kalinya anak itu pergi ke luar negeri. Senang dan sedih melihat dia pergi ke luar negeri. Senang karena pada akhirnya dia bisa merasakan naik pesawat terbang. Sedih, karena baru setelah berusia 14 tahun dia merasakan ke LN. Padahal, dengan menyandang status anak Trijaya, alangkah anehnya dia baru merasakan ke LN sekarang. Hahaha. Berat lho menyandang status anak Trijaya itu. Karena orang luar berpandangan bahwa Trijaya itu kaya. Padahal yang dimiliki Trijaya itu cuma KESOMBONGAN DAN KELICIKAN. Aku katakan itu pada anak cihu semalam di telepon. Ah sebodo amat, nyampe ke saudara suamipun aku tidak takut. Itu adalah kenyataan yang aku alami selama menjadi istri dari salah satu klain Trijaya. Aku sebenarnya malu mengatakan bahwa anak aku pergi ke Singapore pada orang lain. Malu, karena dia pergi pada saat anak2 lain menghadapi ujian tengah semester. Dan sebelum aku meminta ijin, kepala sekolah SMP BPK sudah mengumpulkan ortu dari kelas 1 s.d 3 untuk diberi wejangan agar tidak membawa anak ketika masa hari efektif sekolah. Makanya, aku itu malu ketika menghadap kepsek. Tapi apa boleh buat. Ini demi kondisi psikologisnya. Susah memang memberi pengertian pada anak aku tentang ketidakbolehan ikut ke LN, padahal dia sudah gagal untuk ikut home school ke Cina. Jadi aku menebalkan muka untuk memintakan ijin ke kepsek. Untungnya kepsek dia sama2 Katolik, kami sering ketemu muka di gereja. Jadi aku datang ke dia dan ke wali kelasnya. Ijin tidak sulit aku dapat. Ya untunglah mereka bisa memahami alasan psikologis yang aku uraikan.