THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Rabu, 29 Desember 2010

Liburan yang Mengecewakan

Sebenarnya liburan ini sudah direncanakan. Saya sudah mencari hotel2 di sekitar Puncak Bogor melalui internet. Sayang sekali apa yang ada di gambar ternyata tidaklah sebagus yang ada pada kenyataannya. Hotel yang kami tuju benar2 jelek. Hotel itu sebenarnya baik jika saja diurus. Lokasinya luas, hanya saja kurang pegawai. Sehingga tempatnya jadi kumuh. Anak yang terbesar marah2 tidak karuan. Saya yang memang juga jengkel, tambah jengkel. Ayang memang "tinggi" sifatnya. Sama dengan keluarga ayahnya. Dia selalu membandingkan dengan hotel yang dia anjangi di Singapore. Sampai2 anak saya yang terkecil dengan spontan mengatakan: "baru pergi sekali aja ke Singapore sudah sombong, apalagi kalau sering". Hehehehe, saya bisa tersenyum mendengar komentarnya. Di hotel Parama itu kita hanya satu malam. Langsung dari sana kita ke taman safari, dan jam 2 siang keluar dari taman safari, kebetulan hujan, langsung ke Bandung. Saya dari Puncak sudah meminta pertolongan dari beberapa teman, untuk mencarikan no telp hotel di Bandung. Kami mendapat hotel Amaris. Hotel baru yang berada di jl. Cimanuk. Itupun hotel dengan susah payah baru diperoleh. Hotel di Bandung penuh2. Banyak yang saya telp, tapi rata2 mengatakan sudah fullbooking. Deg2an juga waktu dalam perjalanan menuju Bandung, takutnya hotel itu jelek. Wah si Ayang pasti ribut lagi. Saking tidak mau kemalaman datang di Bandung, sampai2 saya memutuskan untuk tidak makan di tol. Dan ini satu kesalahan pribadi yang harus saya bayar dengan sakitnya Acil di hari ke 3. Saya benar2 menyesal. Tiba di Bandung jam 5.30 sore. Untungnya hotel itu tidak sejelek hotel di Puncak, walaupun tidak juga bagus2 amat. Tapi lumayan lah, daripada si Ayang manyun. Besok paginya kita main ke Kampung Gajah. Nah sepulang dari sana Acil mulai menunjukan gejala sakitnya, dibawa makan tidak selera. Muntah2. Semalam saya tidak tidur dengan nyenyak. Cape juga otak ini menyusun rencana agar 2 dokter bisa diraih. Akhirnya dengan kebijaksanaan ibu Dewi dokter psikologi anak2 saya menyusun rencana, bahwa 2 anak perempuan saya konsultasi pagi2. Saya dan Acil ke dokter Kelly. Untungnya dr Kelly praktek. Acil sembuh sampai di Tasik. Jadi liburan tahun 2010 inilah yang terburuk yang saya alami.

Minggu, 14 November 2010

Capenya Menikah

Jumat, 12 Nop 2010, anak2 SD Bina Bakti Tasikmalaya mengadakan tour ke Bandung. Aku ikut mengantar, karena anak laki2 aku termasuk dalam acara tour itu. Berangkat dari Tasikmalaya, jam 5.30 pagi. Anak2 menggunakan bus pariwisata. Ada 2 bus, yang berangkat adalah anak kelas 3 dan 4. Cuaca menuju Bandung tidak terlalu baik. Kadang panas, tapi tiba2 hujan yang membuat mobil menjadi kotor. Tujuan tour ini ada 3 tempat, pertama ke Padepokan Dayang Sumbi yang mengelola ulat sutra. Lalu dilanjutkan ke museum Asia Afrika di Gedung Merdeka, terakhir ke BSM. Datang ke Tasikmalaya jam 10 malam.
Karena hujan yang tidak teratur membuat mobil kotor, dan besok paginya aku juga harus menghadiri acara pernikahan sepupu, aku punya inisiatif untuk mencuci mobil pada pagi hari, sebelum aku gunakan lagi. Karena itu di jalan aku menyuruh supir untuk mencuci mobil dengan bantuan pegawai yang memang sudah biasa mencuci mobil.
Keesokan harinya, Sabtu 13 Nop 2010 supir datang jam 5.30 pagi, tidak lama kemudian datang pegawai yang biasa mencuci mobil. Mobil lalu mereka cuci.
Selesai 6.30, lalu di lap di depan toko. Saat itu suami bangun dari tidurnya, melihat ke layar cctv, dia marah besar karena sopir sedang me lap mobil. Aku benar2 syok ketika itu, karena aku merasa bahwa aku sudah cukup mengerti tentang sifatnya yang sangat apik terhadap mobil. Jadi mencucikan mobil itu pun tidak dilakukan oleh supir sendiri, tetapi dibantu pegawai yang biasa. Dia marah luar biasa, teriak2 tidak aturan. Caci maki. Dia mengatakan bahwa dia tidak suka dengan supir itu. Padahal, seingat aku dia yang menyuruh mengontak supir itu dahulu. Dengan sifat yang dimilikinya, dan waktu pernikahan kami, tentunya aku sudah cukup tahu bagaimana dia menganggap mobil bukan sebagai alat transportasi, tetapi jauh lebih penting dari istrinya. Jadi mana mungkin aku berani mencari sendiri supir untuk mengemudikan mobilnya. Jika saja aku boleh berhitung untung rugi tentang mobil, aku punya mobil kerja sewaktu aku masih jualan sembako yang sekarang mobil itu digunakan untuk mengangkut barang jualan kami, keramik. Mobil yang tadinya box, lalu diubah menjadi bak terbuka. Aku tidak protes. Aku menyadari bahwa mobil itu harus dirombak, karena mobil colt bak terbuka yang kami miliki terpaksa dijual untuk menutupi kekalahannya di bursa saham 2008. Tetapi rupanya buat seorang Stefanus Kurniawan, apa yang dimilikinya bukanlah milik aku, tetapi sebaliknay, milik aku adalah milik dia. Hebatkan suami seperti ini? Hahahahahahahahahahahaha
Aku tentunya menangis ketika kejadian itu, aku bilang padanya, "hampura (artinya maaf), aku tidak bermaksud untuk jelek, aku hanya ingin agar mobil yang kotor itu menjadi bersih ketika akan dipakai pada acara resepsi pernikahan sepupu aku.
Aku sering berpikir tentang perceraian akhir2 ini. Aku tahu ada hal yang harus aku rencanakan dengan matang sebelum perceraian itu terjadi. Terutam tentang masalah keuangan. Aku bukan orang tolol yang tidak mengerti tentang cara2 mengajukan tuntutan perceraian yang bisa menguntungkan untuk pihak aku. Tetapi aku harus berada di pihak yang "benar" jika ingin hasil putusan itu menguntungkan aku.
Satu lagi karunia Tuhan buat aku, AWET MUDA. Di usia menjelang 45 tahun, aku benar2 menyadari bahwa aku tetap awet muda. Banyak orang yang mengira bahwa aku berusia 35-38 tahun. Syukur pada Allah. Padahal jika saja aku berpikir dengan logika, seharusnya dengan kepusingan yang luar biasa dalam pernikahan ini, aku cepat tua, tetapi sebaliknya lah yang terjadi. Dan aku memang menyadari dengan sungguh, itulah BERKAT dari Tuhan buat aku. Terimakasih Tuhan. DAn keawetmudaan ini akan aku pergunakan dengan baik. Tidak untuk hal yang negatif.

Senin, 25 Oktober 2010

Mujizat yang Nyata

Hari itu Jumat, 22 Okt 2010, dimulainya perayaan Novena Tiga Salam Maria di gereja. Topik awal di Novena itu tentang mujizat yang baru saja diakui kalau terasa besar oleh manusia. Padahal sesungguhnya mujizat nyata se hari2 pun sangat besar kita rasakan. Dan itu memang benar! Saya merasakan sungguh betapa Tuhan senantiasa memberikan mujizatnya bagi kehidupan saya secara pribadi. Yang paling saya ingat, dan juga terasa oleh semua karyawan yang kerja di toko keramik kami, bahwa ketika terjadi gempa bumi di Tasikmalaya, Sep 2009 lalu, tidak ada satupun barang dagangan kami yang jatuh! Haleluya! Padahal dengan kekuatan gempa yang 7,3 SR banyak toko yang pajangan barangnya hancur. Toko kami memiliki pajangan cermin dan pintu kamar mandi yang disimpan diatas, Sungguh, setelah kejadian itu, kami sangat menyadari bahwa kuasa Tuhan bekerja untuk kami. Kami tidak mengalami kerugian materi untuk semua barang dagangan kami. Terimakasih Tuhan.

Kamis, 07 Oktober 2010

Puding

Hari ini aku mendapat masalah baru, yang bermuara pada perhitungan puding. Di rumah makan Ci Kwei Cin memang selalu menitipkan puding. Yang jadi masalah, karena pegawai lama keluar semua perhitungan puding itu jadi kacau. Untungnya pegawai lama itu mau membalas sms aku. Dengan senang hati Wiwin bersedia meng sms mantan bos nya. Jadi persoalan itu tidak berlarut-larut. Sekarang urusan puding itu sudah selesai. Entahlah ke depannya, apa ci Kwei Cin mau nitip lagi atau tidak. EGP lah. Uihhhh, kepenatan ini belum hilang. Tadi malam aku tiba2 bangun dan batuk. Entah aku mimpi apa, entah keselek air ludah sendiri, tenggorokan rasanya gatal sekali. Ternyata suami sudah pulang, dia sedang nontong tv. Dia tanya kenapa, aku bilang ngak apa2. Rasa yang tidak enak di dada memang sulit untuk hilang, jika memang akar permasalahannya tidak tercabut. Bagaimana mungkin terabut? Semuanya bermuara pada diri suami. Jika bercerai apa akan selesai? Hahaha. Tentu belum tentu. Hanya masalahnya akan berbeda. Dan apakah aku mampu menerima masalah itu nanti? Hahhaha. Masalah ini aja belum selesai. Kita lihat saja nanti2.

Rabu, 06 Oktober 2010

Pulang dari Singapura

Selasa malam jam 7, 5 Okt 2010, Ayang telp memberitahukan bahwa dia dan ayahnya sudah sampai di bandara Jakarta. Tetapi karena sampai pada malam hari, mereka akan tidur dulu di Bandung, di rumah kakak perempuan suami. Rabu siang, jam 12.30 mereka tiba di Tasikmalaya. Dengan segala kegembiraan yang Ayang miliki dia cerita pada adik2nya tentang perjalanan yang dia nikmati. Aku senang akhirnya Ayang merasakan juga yang namanya pergi ke LN. Hahaha. Entahlah, saya tidak merasa gembira ketika suami pulang. Cape mendengar lagi marah2nya. Kadang (atau mungkin seringkali) aku berpikir, seandainya aku tidak menikah. Aku memang penikmat bacaan tentang psikologi sejak remaja. Dari semua artikel yang aku baca tentang perkawinan, aku menangkap bahwa perkawinan itu adalah AWAL SUATU PERMASALAHAN, BUKAN PENYELESAIAN SUATU MASALAH. Karena itu, sebenarnya jauh di bawah alam sadar, aku tidak terlalu mengharapkan suami. Di semua artikel yang aku baca, banyak wanita yang dilecehkan dan dikhianati karena tidak mampu menghasilkan uang. Jadi dari dulu pun aku ingin tetap bekerja. Sayang sekali keinginan untuk tidak menikah tidak sesuai dengan jaman pada waktu itu. Apalagi aku menyadari bahwa aku hanyalah anak angkat. Jadi sangat tidak mungkin untuk mewujudkan keinginan untuk tidak menikah. Aku diberi Tuhan suatu bentuk fisik yang baik. Dengan cukup percaya diri aku berani mengatakan bahwa aku cantik menurut ukuran wanita umumnya. Hanya tinggi tubuh aku tidak proposional. Aku tergolong pendek, hanya 150 cm. Kondisi fisik yang cukup baik, tentunya aku layak "jual". Sayang sekali, pilihan ibu adopsi untuk mencarikan menantu ternyata meleset. Aku terlalu muda ketika pacaran. Jadi ilmu yang sering aku baca di psikologi itu gagal aku praktekan dalam dunia pacaran. Hahaha. Tetapi sesungguhnya, saat sekarang aku sudah menjadi seorang ibu, aku tidak terlalu ngotot memiliki menantu. Artinya, aku tidak pernah mengtargetkan anak2 untuk berumahtangga. Biarlah mereka mempunyai pilihan untuk kehidupan mereka kelak. Hanya yang selalu aku ingatkan bahwa mereka harus memiliki pekerjaan yang pasti, yang menghasilkan uang guna menunjang biaya dan gaya hidup mereka kelak. Bahkan aku siap seandainya anak laki2 aku memilih menjadi seorang pastur. Aku hanya mendoakan bilamana benar2 Tuhan memakai Acil menjadi palayannya, dia mampu menjadi "gembala" yang baik.
Kembali ke Ayang, terlihat sekali kebanggaan bahwa pada akhirnya dia merasakan ke LN. Aku senang seandainya pada masa2 yad, usaha kami di bidang keramik maju, dan mendapat bonus ke LN, dia bisa ambil kesempatan itu untuk lebih banyak lagi mengenal negara lain. Seandainya itu adalah Kehendak Tuhan, aku tahu itu akan terjadi. Amin.

Senin, 04 Oktober 2010

Pergi ke Singapura

Sabtu, 2 Okt 2010, anak aku yang paling besar dan suami pergi ke Jakarta, yang lalu selanjutnya pada Minggu pagi terbang ke Singapura. Ini adalah pertama kalinya anak itu pergi ke luar negeri. Senang dan sedih melihat dia pergi ke luar negeri. Senang karena pada akhirnya dia bisa merasakan naik pesawat terbang. Sedih, karena baru setelah berusia 14 tahun dia merasakan ke LN. Padahal, dengan menyandang status anak Trijaya, alangkah anehnya dia baru merasakan ke LN sekarang. Hahaha. Berat lho menyandang status anak Trijaya itu. Karena orang luar berpandangan bahwa Trijaya itu kaya. Padahal yang dimiliki Trijaya itu cuma KESOMBONGAN DAN KELICIKAN. Aku katakan itu pada anak cihu semalam di telepon. Ah sebodo amat, nyampe ke saudara suamipun aku tidak takut. Itu adalah kenyataan yang aku alami selama menjadi istri dari salah satu klain Trijaya. Aku sebenarnya malu mengatakan bahwa anak aku pergi ke Singapore pada orang lain. Malu, karena dia pergi pada saat anak2 lain menghadapi ujian tengah semester. Dan sebelum aku meminta ijin, kepala sekolah SMP BPK sudah mengumpulkan ortu dari kelas 1 s.d 3 untuk diberi wejangan agar tidak membawa anak ketika masa hari efektif sekolah. Makanya, aku itu malu ketika menghadap kepsek. Tapi apa boleh buat. Ini demi kondisi psikologisnya. Susah memang memberi pengertian pada anak aku tentang ketidakbolehan ikut ke LN, padahal dia sudah gagal untuk ikut home school ke Cina. Jadi aku menebalkan muka untuk memintakan ijin ke kepsek. Untungnya kepsek dia sama2 Katolik, kami sering ketemu muka di gereja. Jadi aku datang ke dia dan ke wali kelasnya. Ijin tidak sulit aku dapat. Ya untunglah mereka bisa memahami alasan psikologis yang aku uraikan.

Senin, 27 September 2010

Mencari Pekerjaan Yang lebih Pasti

Saya merasa seperti pengangguran. Tidak ada kegiatan harian yang membuat hidup lebih bersemangat. Kemarahan sebenarnya sedang memuncak dalam beberapa hari ini. Tepatnya semenjak pagawai bagian depan rumah makan keluar semua. Ketidakpuasan dalam salery yang membuat semangat untuk kerja tidak ada. Tetapi saya tidak ada cara untuk melampiaskan kemarahan ini. Tidak adil dan akan merugikan pada orang lain seandainya saya marah pada orang yang tidak bersalah. Saya saat ini belajar untuk lebih bersabar, walau saya akui dengan jujur bahwa batas kesabaran saya sebenarnya tipissssss sekali. Saya ambil inisiatif untuk mengelola kadar emosi saya agar tidak meledak sekaligus juga menjaga berat tubuh, saya akan memulai untuk puasa. Saya memang tidak sanggup untuk berpuasa seperti kaum muslim. Saya hanya akan memakan nasi putih saja. Tidak dengan apapun. Selama saya kuat. Saya benar2 cape secara bathin. Orang yang melihat saya pasti mengatakan bahwa saya awet muda. Punya anak 3 tidak seperti yang punya anak 3. Badan tidak gemuk. Langsing tetap seperti 15 tahun yang lalu. Hahaha, senang mendengar pujian seperti itu, banyak yang tanya apa program diet yang saya lakukan. Hahahaha, diet? Ngak ada itu diet di program saya. Tanpa diet, jadi menantu Trijaya senantiasa langsing. Ada 3 menantu perempuan Trijaya, cuma satu yang gemuk. Jadi kalau yang gemuk itu tentunya sudah merasa "manis" nya jadi menantu Trijaya. Yang 2 ngak gemuk2 tuh!!! hahahahahaaaaaaa
Seandainya saya tidak bisa menulis di blog atau diary, entah bagaimana otak saya merespon kepenatan jiwa ini. PUJI TUHAN, saya diberi kemampuan untuk menulis, jadi ada pelepasan yang bisa saya lakukan.

Jumat, 24 September 2010

Seorang Pengeluhkah Saya?

Dengan menulis segala kepusingan diri, apakah menjadikan saya seorang pengeluh? Kalau boleh jujur, saya tidak ingin dikatakan seorang pengeluh. Karena apa yang saya lakukan di tulisan ini hanya sebuah pengungkapan yang sejujurnya tentang apa yang saya alami. Saya tidak bermaksud mengeluh pada siapa pun. Tentunya jika saya ingin mengeluh, saya akan melakukan pembicaraan dengan keluarga tentang apa yang sebenarnya saya alami dalam berumahtangga. Saya menulis justru tidak ingin membuat pikiran orangtua atau siapapun keluarga dekat ikut merasa pusing. Saya sudah dewasa ketika menikah, 28 tahun. Bukan usia yang muda lagi. Jadi alangkah malunya saya jika mengeluh pada keluarga. Saya menulis sebagai saluran rasa yang ada di dada, menyesakan seandainya tidak ada jalan untuk mengeluarkannya. Jadi keputusan apapun yang saya lakukan dalam pernikahan adalah resiko pribadi yang harus saya tanggung. Mungkin dari bekal pengalaman ini, saya bisa mengajarkan anak2 saya agar kelak mereka tidak mengalami hal yang sama yang saya alami. Pelajaran pertama adalah jangan pacaran di usia sekolah. Karena di usia itu sangat tidak mungkin kita membicarakan tentang uang dan warisan. Lalu, jangan pernah hanya mendengar tentang kekayaan dari orang lain tanpa pernah mengetahui kebenarannnya. dua hal inilah yang salah, yang menjadi kebodohan saya. Nama besar Trijaya, ternyata hanya omong kosong. Yang benar2 kaya sebenarnya kakak ipar suami yang mempunyai sikap low profile. Yang dimiliki Trijaya hanyalah kesombongan. Usia yang muda membuat saya tidak berpikir tentang guna sertifikat. Dengan di beri rumah tinggal saya berpikir bahwa itu sudah menjadi kepemilikan. Hahaha.

Kamis, 23 September 2010

Bekerja di Rumah Makan

Setelah memperoleh "jaminan" bahwa suami akan mendapat pinjaman sebesar 1,1 M saya mengatakan kepada cihu bahwa sertifikat tanah baru bisa diserahkan setelah kami mengambilnya di bank. Dan tentunya memerlukan waktu 2 minggu atau lebih. Cihu mengatakan tidak perlu, tetapi saya memaksakan hal itu harus saya lakukan. Buat saya, ketika "penjualan" terjadi, saya harus memberikan sertifikat. Hanya saya waktu itu meminta agar diberi waktu untuk menebusnya kembali, mungkin 4 atau 5 tahun, karena waktu saya membelinya dari keluarga mami, saya disarankan untuk tidak menjualnya. Karena nilai histori yang dimiliki oleh tanah tsb. Sepulang dari pembicaraan itu, saya kembali di goblok2 lagi oleh suami karena memaksakan keinginan saya untuk memberikan sertifikat. Suami bilang, jika saja saya tidak sok gengsi dengan memaksa cihu untuk menerima sertifikat, dia bisa kembali "menjual" sertifikat itu ke bank. Oooo, rupanya suami saya memang tipe tidak tahu diri. Hahahahaha. Kasihan ya saya ini? Punya suami kok tidak punya malu. Hahahahaha. Sedih, malu, tidak mengira bahwa suami sedemikian buruk dalam berpikir, malam itu juga saya menelepon keponakannya (bernama Wawa, anak perempuan cihu yang memberi pinjaman). Saya katakan pada Wawa, bahwa saya melakukan hal tsb bukan sok menjadi orang suci. Tetapi saya merasa hal itulah yang sepantasnya saya lakukan. Justru sya ingin memperlihatkan bahwa kikiwnya yang menikah dengan saya berbeda dengan kikiwnya yang lain, atau kukuh2nya. Saya selama ini sudah menjadi teman curhat Wawa tentang perilaku om dan tantenya dari pihak ibu. Jadi tidak slah jika saya bercerita tentang kikiw nya yang bungsu yang saya nikahi.
Malam itu, saya benar2 syok berat. Sungguh bukan hal mudah mengerti tentang kelicikan trah Trijaya. Saya sebenarnya sudah cukup mendapat cerita tentang kakak2 suami dari Wawa. Bagaimana mereka menggerogoti kekayaan ayahnya. Tetapi walaupun saya sudah mendapat bekal cerita, saya yang selama ini mengajarkan sikap "cengli" pada suami, malam itu mendapat suatu pengalaman, bahwa sifat turunan jelek memang susah dihapus. Selama 12 tahun perkawinan, saya tidak pernah meminta bantuan ekonomi pada cihu, tetapi saya terjerumus pada belaskasihan cihu bukan atas ke goblokan saya yang selama ini selalu suami dengung2an di telinga saya, tetapi sebaliknya , karena "kepandaian" suami lah saya masuk dalam lingkaran hutang budi pada cihu.
Hutang Budi. Inilah yang memulai saya terjun dalam bekerja di rumah makan.
Pada suatu hari, setelah saya menyerahkan sertifikat tanah itu pada cihu, saya diajak berbincang tentang kemungkinan membuka rumah makan di rumah cihu yang tidak dipakai. Saat itu juga saya teringat ramalan banthe, jadi saya ingin mencoba kebenaran ramalan itu. Betulkah saya memang mempunyai hoki di bidang makanan. Yang mengajak bukan cihu, tapi istrinya, yaitu cici suami. Tanpa berpikir apakah hal itu akan berjalan sesuai yang dibicarakan dengan manis, saya meng ok kan tsb. Pikiran saya bukan untuk berapa saya akan dibagi, tetapi saya ingat bahwa saya meminta waktu agar tanah itu tidak dijiual, jadi alangkah baiknya saya bisa membantu, agar dg demikian saya "seolah-olah" memberi bunga pada tanah yang saya gadaikan pada cihu.
Rupanya pengetahuan saya tentang klan keluarga suami benar2 nol besar. Pikiran saya tentang balas budi itu tidaklah ada yang baik di mata dan pikiran keluarga suami. Karena ketika Jan 2010, yang artinya saya meminjam uang tsb baru 1 tahun 3 bulan (dunia saham koleps Okt 2008), cici suami menanyakan kemungkinan tanah itu dijual pada Gereja GKI. Karena tanah saya itu memang sangat berdempet dengan GKI. Hati saya terluka saat itu juga!!!! Saya telan kepedihan itu dalam2. Saya katakan: Jual saja, tetapi saya tidak tahu berapa harga pasaran di sana. Pulang dari rumah makan, saya marah pada suami. Saya katakan saya ikhlaskan untuk menjual tanah itu, bagi saya itu mungkin kehendak Tuhan. Padahal, saya bukan faktor utama yang menyebabkan tanah warisan itu tergadaikan. Suamilah yang secara definitif adalah adik kandungnya yang membuat tanah warisan itu tergadaikan. Ketika menulis saat ini, emosi saya meledak. Saya menangis. Tetapi saya tahu saya harus ikhlas. Tuhan berjanji bahwa serigala ada goa, burungpun diberi sarang, maka saya pun boleh percaya, saya akan mendapat rumah yang layak pada suatu hari nanti.
Mungkin, jika saja ada yang membaca blog ini dan tahu tentang pribadi saya, tentu akan bertanya, bukankah saya dan suami sudah menempati rumah yang layak? Rumah yang kami tempati semenjak menikah, secara hukum negara bukan milik suami. Tetapi sertifikatnya atas nama kakak laki2nya (Tataw). Sudah sejak saya mempunyai anak pertama, kami bertanya tentang status rumah yang kami tinggali, dan sampai terakhir kami bertanya, Tataw tetap menggelengkan kepala untuk menjual rumah yang kami tempati itu. Jadi sampai blog ini saya tulis saya tidak mempunyai harta benda duniawi yang berarti!!!!!
Di bagian yang akan datang saya akan tulis tentang ke 6 kakak2 suami.

Rabu, 22 September 2010

Ramalan seorang Banthe (Pendeta Budha)

Saya beragama resmi Katolik, dan tidak menyukai sesuatu yang berbau ramalan. Bagi saya ramalan bukanlah hal menjadi pijakan dalam hidup. Hanya sesuatu yang bisa menenangkan jika baik, dan yang menakutkan jika tidak baik. Jadi ketika saya bertemu dengan seorang banthe di rumah seorang sahabat, saya tidak terlalu agresif. Saya datang atas undangan dari teman itu. Ketika bertemu, saya dilihat garis tangan oleh beliau, dan banthe itu mengatakan bahwa saya akan menjadi kaya jika berbisnis makanan. Saya katakan bahwa saya tidak bisa masak. Tetapi banthe itu tetap menganjurkan untuk membuka rumah makan, karena kata banthe saya orang yang sangat suka membagi makanan pada orang lain, sehingga hoki saya pun dari makanan. Saya akui apa yang banthe katakan, bahwa saya orang yang senang berbagi. Bukan niat untuk menyombongkan diri, tetapi saya tidak termasuk orang pelit. Bagi saya, mudah sekali untuk merasa kasihan pada orang lain. Sering menangis ketika melihat acara di televisi yang menyuguhkan tentang realita hidup orang miskin. Saya sering berpikir, apakah para anggota DPR, atau pemerintahan tidak pernah melihat acara2 tersebut? Tidakkah hatinya merasa sedih melihat ada banyak rakyatnya yang susah? Saya geleng2 kepala sendiri jika melihat tingkah polah aparat pemerintahan negeri ini. Urat malu mereka sudah putus sama sekali. Mereka tidak malu memakai fasilitas negara yang dibayar oleh uang rakyat, sementara ketika mereka memakai kendaraan itu mereka melihat anak2 pengemis yang menadahkan tangannnya untuk uang Rp.500. Benar2 sesuatu yang ironis. Tetapi di berita2 tv, walaupun sudah sangat sering di angkat oleh para wartawan tentang kemiskinan itu, para pejabat negara ini tidak ambil pusing. Mereka benar2 tutup mata hati mereka!!!!!!
Kembali pada ramalan banthe, saya dan teman itu bersepakat untuk kerjasama membuka rumah makan, walaupun kami berdua sama2 tidak bisa masak. Kami bertekad hanya karena ramalan. Hahahhahahhaha......
Sayang sekali ketika saya bermaksud meminjam ruko yang dimiliki suami, dia menolak meminjamkan. Padahal ruko itu didapat dengan terpaksa, karena ruko itu dibeli sebagai konsekuensi tidak dibayarnya utang bangunan. Jadi ceritanya, suami saya menjadi developter ruko, tetapi macet di tengah jalan. Jadi uang kami tidak kembali, akhirnya terpaksa ambil ruko. Sebenarnya suami ingin menjual ruko tsb, tetapi belum ada yang mau. Mudah2an dengan tulisan di blog ini ada orang yang mau membeli ruko tsb. Ruko itu terletak di tengah kota. Cocok untuk ruang usaha. Bahkan untuk praktek dokter pun bagus, karena mempunyai tempat parkir tersendiri. Saya sakit hati sebenarnya ketika saya mengutarakan keinginan untuk berbisnis rumah makan, suami malah menghina, meng goblok2 kan diri saya. Jadi jauh dari sebuah dukungan.
Akhirnya tidak jadilah saya bekerjasama membuka rumah makan.
Lalu waktu berputar, suami kehilangan banyak uang di bursa saham. Dia tidak bisa tidur hampir satu bulan. Suami memakai uang bank ketika main saham itu, dengan memakai sertifikat tanah atas nama saya. Tanah itu memang milik keluarga mami saya. Entah tahun berapa saya lupa, tanah itu dijual dengan nilai Rp.150 juta. Karena tanah itu milik keluarga, akte jual belinya berupa hibah. Suami membayar 3/4 dari harga, karena yang 1/4nya adalah bagian mami saya, yang oleh beliau langsung diwariskan pada saya. Suami menggadaikan tanah tsb ke bank senilai Rp.800 juta (katanya, karena saya tidak pernah dilibatkan). Nah uang itulah yang dipakainya bermain saham. Sebelum kejatuhan saham sedunia, saya yang mengenyam pendidikan sebagai sarjana ekonomi (yang sering di hina oleh suami karena saya hanya kuliah di Univ tidak ternama di kota kami, Tasikmalaya), sudah memberitahukan bahwa sebaiknya dia mengambil semua saham2 nya karena akan ada pemilihan umum. Saya waktu itu berpikir untuk pemilu lokal, negara sendiri. Bukan pemilu di USA. Kembali hinaan yang saya terima. Saya di goblok2. Tetapi rupanya Tuhan tetap ingin menaikkan derajat kemanusiaan saya, si "tolol" ini kembali benar, bahwa bursa terpuruk!!!
Di tengah keterpurukannya, suami tidak bisa tidur. Dia pasti pusing dengan uang bank yang dia pakai. Bunga bank tinggi waktu kejadian itu. Dia meminta saya untuk menelepon kakak laki2 saya agar membeli tanah yang di simpan di bank. Kakak laki2 saya yang satu keturunan langsung tidak merespon telp saya. Saya jelas sakit hati pada dia waktu itu. Saya mencoba meng sms, dan tetap tidak ada respon. Lalu saya menawarkan untuk meminta bantuan cihu (panggilan untuk kakak ipar laki2)nya, karena sudah tidak ada jalan lain akhirnya dia menelepon cicinya (kakak perempuannya no 3), agar diberi waktu untuk berbincang. Respon mereka baik. Mereka menyuruh kami datang malam hari. Saya tidak ingat tanggal berapa, tapi saya tidak pernah akan melupakan malam itu. Saya yang harus bicara dengan cihunya. Maka saya memulai kalimat pembuka bahwa kejadian ini terjadi karena KESOMBONGAN. Dan suami sekarang kehilangan kesombongannya karena tenggelam di bursa. Inti dari pembicaraan malam itu, kami diberi bantuan 1,1 M untuk bisa melanjutkan hidup. Saya sungguh salut dengan cihu. Dia benar2 orang baik. Bahkan cihu menyuruh istrinya untuk segera mengambil uang Rp.800 juta agar bisa mengambil sertifikat di bank. Tetapi malah cici nya yang keberatan, karena mau menolong dengan uang arisan. Bukan dengan uang kontan. Hahahahahha. Ironis ya?
Saya tutup tulisan ini di sini, besok atau lusa saya kembali akan menulis. Saya sudah cape menusuk-nusuk tuts laptop. Hahahahaha

Selasa, 21 September 2010

Menulis Menjadikan Kelegaan Tersendiri

Menulis tentang kejadian yang dialami oleh diri sendiri di blog adalah sesuatu yang menyenangkan bagi saya, karena banyak hal yang tidak bisa saya ungkapkan pada orang yang berhubungan secara kekeluargaan. Saya sepertinya menemukan muara atau tempat untuk mengadukan hal-hal yang menyenangkan ataupun membuat saya berduka. Seperti menulis sebuah novel untuk diri sendiri. Ada hal yang dalam minggu ini membuat emosi saya meninggi. Permasalahannya diawali oleh karyawan rumah makan yang tidak kembali bekerja setelah libur lebaran. Saya jengkel karena mereka tidak mengatakan dari awal bahwa mereka tidak akan kembali. Saya tidak menyalahkan mereka jika tidak ingin bekerja kembali, tetapi saya marah karena mereka tidak jujur. Jika saja mereka memutuskan untuk tidak bekerja seharusnya mereka berkata jujur, saya tetap menghormati keputusan mereka. Itu adalah "hak" mereka. Saya mengerti kenapa mereka berhenti. Jika saja saya pun hanya berstatus "karyawan", saya pun akan keluar. Tapi status yang adik ipar membuat saya bertahan dengan perasaan...........
Mengelola rumah makan yang bukan milik sendiri banyak makan hati. Apalagi dengan tingkat ketidak puasan yang selangit. Tambah membuat pusing. Di tulisan yang akan datang saya akan menulis kenapa saya tidak membuka sendiri rumah makan.

Kamis, 12 Agustus 2010

Si Bungsu yang Tersayang

Anak aku yang ke tiga laki-laki. Setelah mempunyai anak perempuan dua, tentunya keinginan memiliki anak laki-laki sangat diharapkan. Doa dan usaha secara medis kami lakukan bersama. Dan Tuhan mengabulkan doa kami. 28 Desember 2000 saya melahirkan secara normal di seorang bidan di kota kami. Senang tentu. Tahun ke tahun sebelum saya merawatnya sendiri, saya belum menyadari bahwa anak saya yang ke 3 ini adalah anak yang seharusnya saya rawat lebih dari kakak2 nya. Kebetulan saya diberi Tuhan suster yang bisa membantu dalam merawat anak2 adalah suster2 yang berpengalaman. Sehingga sampai anak laki2 saya berusia 6,5 tahun saya tidak pernah merawat jika sakit. Tetapi setelah suster itu keluar dari saya (dia mempunyai cucu yang harus dia rawat) barulah saya merawat anak saya yang sakit. Dan saya sekarang merasakan betul bagaimana tidur yang terganggu bila anak sakit. Ujian dari Tuhan yang saya alami adalah bila sakit anak aku yang laki2 sangat mengkuatirkan. Seperti yang terjadi pada Rabu 11 Agustus 2010. Panas yang tidak turun menyebabkan anak itu tidak mau makan. Kamis pagi jam 7 dibawa ke Bdg oleh suami atas saran saya. Untungnya, suami yang kerap marah, sekarang mulai menyadari tanggungjawabnya. Tidak dengan marah2 dia pergi, tapi ngomelnya di mobil ke pagawai yang membawa anak. Hahaha, Kesadaran yang tidak sesungguhnya. Pulang dari Bandung terlihat lebih baik. Tetapi menjelang malam, puncaknya jam 8 dia panas sekali. Saya memberi makan obat turun panasnya kembali, walau sebenarnya jam 6 sore baru makan. Dengan doa dan nyanyian saya memohon bantuan Allah Bapa, Tuhan Yesus dan Santa Maria. Dan mujijat memeng nyata. Dalam 15 menit obat yang dimakannya bereaksi. panasnya mulai turun. Saya menyadari kedosaan saya yang dalam beberapa bulan lalu jarang duduk bersama dengan anak2 dan mengajak berdoa bersama. Padahal dulu kami selalu melakukannya, ber 4 tanpa suami. Tapi buat saya tidak ada yang harus dibuat pusing doa bersama tanpa suami itu. Suami yang belum siap untuk menjadi gembala buat keluarganya tidak membuat saya marah. Biarlah hubungan antara Tuhan dan suami dilakukan secara pribadinya. Melihat dia selalu berdoa pagi dan malam pun saya sudah puas. Teguran Tuhan untuk kelalaian saya sangat saya sadari malam itu, sehingga dengan doa yang setulus dan sejujur yang bisa saya lakukan saya akui kedosaan saya. Puji Tuhan. Dia memang seorang pengampun. Anak saya sembuh. Terimakasih Tuhan.

Jumat, 30 Juli 2010

Indonesia Tercinta

Saya mulai suka dengan berita politik negara tercinta ketika memasuki usia 18 tahun. Dari mendengar dan membaca, saya mulai memahami bahwa negara ini salah urus. Duluuuu waktu masa SMA, saya menyukai korespondensi. Saya punya beberapa sahabat pena, bahkan ada yang orang asing tetapi mampu berbahasa Indonesia. Soalnya, saya sendiri tidak bisa berbahasa asing. Hahaha. Dari teman yang ber WN Jepang, saya mempunyai pengalaman yang menarik. Dia berani menjamin bahwa negaranya akan menjadi yang super di dunia mengalahkan Amerika dan Rusia, seandainya Jepang mempunyai kekayaan alam selimpah Indonesia. Saat ini saya mengerti mengapa dia mampu dengan rasa percaya diri berkata seperti itu. Jepang memang berbeda dengan kita secara SDM. Mereka mempunyai rasa malu dan tanggungjawab. Bagaimana dengan kita? Para pemegang tampuk kekuasaan negara ini jauh dari rasa tanggungjawab.Budaya tebal muka, kulit badak sangat lekat dengan para pejabat. Saya suka membandingkan cerita nyata hidup di negara ini dengan cerita Donal bebek. Saya jadi ingat dengan sikap Gober yang SANGAT KRITIS PADA PEGAWAI PAJAK. Bandingkan dengan kita di dunia nyata !!! Kita malah terbalik. Pegawai pajak yang galak minta ampun. Menakut nakuti. Ah menyebalkan.

Senin, 26 Juli 2010

Kenapa Saya Menulis

Saya dari kecil suka dengan cerita. Dulu ketika belum lancar membaca, saya suka dibacakan cerita oleh engku (panggilan untuk adik laki2 ibu). Saya beruntung karena mendapatkan masa kecil yang sangat indah, walaupun saya hanya anak angkat. Saudara dari pihak ayah dan ibu adopsi tidak pernah menganggap saya sebagai "anak pungut". Anak2 saya sekarang tidaklah seberuntung saya. Walaupun mereka lahir sebagai anak2 kandung tetapi saudara dari pihak ayah dan ibu tidaklah sebaik yang saya alami. Apalagi jika membandingkan antara ayah yang saya miliki dengan ayah anak2 saya. Hahahahaha, saya jadi tertawa sendiri menulis ini. Ironis memang. Padahal ayah saya hanyalah ayah adopsi, dan ayah anak2 saya adalah ayah biologis. Tetapi cara perlakuan dalam menunjukan kasih sayang amat sangatttt berbeda. Kenapa saya menulis dengan berani semua kemelut ini? Bukankah blog seperti ini terbaca oleh banyak orang? Bagaimana jika mereka yang saya tulis tersinggung? Saya tidak takut. Jika saja cerita yang saya tulis adalah bohong, tentu saya harus takut. Saya tidak ingin menjelekkan orang lain, tapi saya juga tidak bisa memuji orang lain tanpa suatu kenyataan, apakah orang yang saya tulis layak untuk dipuji atau tidak. Jika ada yang komplen dan keberatan dengan tulisan saya, menganggap bahwa saya mencoreng nama baiknya, saya bisa membawa para saksi (kebanyakan yang cerita pada saya adalah karyawan) untuk menceritakan langsung cerita2 yang saya tulis. Belajar untuk lebih sabar setelah memasuki usia 40 an saya praktekkan dalam kehidupan nyata. Saya berpikir bahwa penyakit datang tidak hanya yang kita makan saja, tetapi juga pola pikir yang sering marah2 bisa membawa penyakit untuk tubuh. Jadi menjalani hidup tanpa sikap marah yang berlebihan saya rasa akan membawa awet muda, tanpa biaya yang besar. Hahahaha. Tetapi sepertinya diagnosa saya tidak terlalu meleset jauh. Mencontoh diri sendiri, sampai usia 44 tahun sekarang ini, uban saya belum 10 lembar. Suami yang pemarah, 2x dalam seminggu harus menyemir rambutnya yang beruban. Hahahaha.

Selasa, 20 Juli 2010

Kecelakaan Kerja yang Membuat Marah

Saya sudah tulis bahwa suami bukanlah orang yang penyabar. Jauhhhh dari sifat belas kasih. Makanya sudah tidak aneh bila melihat dia marah2. Tetapi sifat pemarah memang mempunyai faktor keturunan. Tidak percaya? Inilah pengalaman saya hari ini, Selasa 24 Juli 2010. Tadi jam 11 siang saya pergi ke warteg cihideung, pegawai di sana mengeluhkan suasana yang tidak menyenangkan karena dari tadi pagi sudah dibuat pusing oleh amarah Yoyong (keponakan suami/ anak kakak perempuannya). Yoyong marah karena pegawai (Heri) sedang ke pasar membeli bahan untuk memasak, sedangkan istri dan anaknya hendak pergi dan memerlukan bantuan Heri untuk mengantarkan mereka. Heri sebenarnya bukan pegawai Yoyong, tetapi dia memang pegawai yang udah lama. Dia digaji oleh warteg. Yoyong tidak mau mengerti kalau yang namanya pergi ke pasar itu tidak bisa ditentukan waktunya. Yoyong ngotot untuk mengetahui jam berapa Heri pulang. Setelah kembali ke rumah, bagian suami yang marah2. Dia marah karena kecelakaan kerja yang dilakukan oleh supir angkutan yang membawa barang. Supir itu menabrak keramik senilai Rp. 660.000. Yang bikin saya heran, suami telp dengan supir itu dan men deal kan untuk membagi 2 kerugian tsb. Seharusnya jika memutuskan sendiri seperti itu kerugian yang Rp 330.000 adalah tanggung jawab suami. Tetapi ini malah dibebankan pada pegawai. Suami sama sekali tidak mempunyai rasa sayang pada karyawannya. Jadi sangat tidak aneh jika tidak ada karyawan yang setia pada dia. Tadi juga Ayang memerlukan obat flu. Obat tersebut seharusnya dibeli ke apotek yang jaraknya jauh dari rumah. Saya maunya dibelikan oleh supir, tetapi memakai motor, ternyata motornya sedang dipakai oleh karyawan yang lain yang pergi ke gudang. Seharusnya karena untuk kepentingan anaknya supir langsung pergi pakai mobil, begitu mau saya, tetapi yang terjadi adalah dia menyuruh supaya supir pergi dengan memakai motor pribadinya. Tentunya saya tidak mau seperti itu. Tidak etis rasanya. Jadinya saya menyuruh pegawai dapur untuk mencari ke apotek lain. Inilah pengalaman saya mempunyai suami. Saya ingin melihat sampai kapan kesadaran untuk mengasihi orang2 yang menolongnya akan suami dapat. Masihkah saya mampu untuk melihatnya?

Minggu, 04 Juli 2010

Suami yang Pemarah

Hari ini, 2 hari setelah kembali dari berlibur ke Jakarta, dan besoknya saya kembali ke Bandung untuk membawa anak yang sakit ke dr. Kelly, kembali ke hari Senin, saya menemukan kembali sifat pemarah, pencuriga, tidak puas oleh sikap kerja karyawan pada suami. Sudah cape rasanya membetulkan sifat dan sikapnya. Sekarang saya merasakan bahwa sifat turunan itu betul2 ada dan terasa. Makanya, saya tidak menyalahkan orang2 suku Jawa yang jika mencari jodoh untuk anaknya selalu menekankan pada 3B, Bibit-Bebet-Bubut. Melihat bagaimana kakak2nya dalam bermasyarakat, saya benar2 merasa betapa sulitnya untuk merubah cara suami untuk menghargai orang lain. Aneh rasanya jika di usia 43 tahun saya harus selalu marah2 pada karyawan. Jika pun harus marah karena kesalahan kerjanya, saya selalu bersikap tidak membuat mereka sakit hati. Untuk menegur mereka, saya selalu membawa rasa kesal dengan membuka semua akibat kesalahan yang mereka buat. Jadi mereka mengerti dan tentunya harapan saya mereka tidak mengulang kesalahan yang sama. Jika orang Kristen mempunyai salib yang harus dia pikul, maka bagi saya SUAMI lah pikulan salib yang harus saya angkat.

Rabu, 23 Juni 2010

Belajar Mencari Uang

Saya tidak mencari uang sendiri sejak 2004. Sebelumnya saya menjadi wiraswasta di bidang barang kebutuhan pokok dan kelontongan. Saya meninggalkan usaha tsb, untuk memberi kesempatan pada adik laki2 belajar mandiri. Tetapi sepeninggal saya, usaha itu hanya bertahan 1 tahun. Adik saya merasa tidak sanggup meneruskan karena barang yang dijual memang mempunyai fluktuasi harga yang tinggi, yang membuat dia pusing. Setelah 1 tahun tutup, adik saya membuka kembali toko tersebut bersama calon istrinya. Semenjak tidak mempunyai kegiatan berdagang, saya membantu suami di tokonya yang berjualan alat2 sanitary dan keramik lantai. Saya sulit membantu secara penuh sesuai dengan inisiatif yang saya miliki. Posisi saya yang selalu menjadi pemimpin di usaha sendiri, tidak bisa mengikuti alur bisnis suami. Menjengkelkan memang. Sama2 memiliki sikap keras kepala, membuat kami selalu berbenturan. Saya menjadi malas membantu secara penuh. Karena keinginan saya memiliki ruang untuk mengembangkan talenta sendiri tanpa disuruh dengan gaya otoriter yang mengangap bahwa saya ini hanya pegawai. Awalnya, ketika saya berhenti di usaha sendiri, saya dan suami sepakat untuk merenovasi ruang bisnis kami, dan membagi daerah kekuasaan. Saya bilang, saya di bagian alat2 sanitary, dan suami di keramik. Tetapi semua itu tidak terlaksana. Renovasi memang berjalan, tetapi hanya untuk bagian ruang saja, tidak untuk pelaksanaan pembagian usaha. Jengkel pasti iya. Ketika suami belajar tentang saham, saya membantu mengajari teorinya, tetapi dengan sifat ego yang dimilikinya, dia mencemooh semua saran saya. Sampai akhirnya terjadi koleps seluruh dunia. Kami ikut terpuruk. Satu tahun kmdn, kami boleh bernapas kembali. Dan baru2 ini atas bantuan modal dari kakak laki2 saya, saya belajar online saham. Saya berharap pada Tuhan agar apa yang saya usahakan bisa menghasilkan buah yang baik, karena tujuan cari uang ini bagi saya bukan untuk diri sendiri, melainkan untuk anak2 dan orang tua yang sudah membesarkan saya.

Jumat, 14 Mei 2010

Tentang Orang Tua Adopsi

Ke dua orang tua adopsi saya bernama Joshua Henky Kusnadi dan Diana Chandra. Seharusnya mereka mempunyai anak kandung 3, laki-laki semua. Tetapi, Tuhan berkehendak lain. Ke 3 anak mereka meninggal sejak dari kandungan. Yang pertama lahir diusia 4 bulan di dalam kandungan, tahun 1972. Diberi nama Jusak. Setelah itu tahun 1978 mamie hamil lagi, dan karena mempunyai pengalaman yang menyedihkan pada anak pertama, mamie dirawat hampir 4 bulan di RS Borromeus Bandung. Hanya Tuhan tetap tidak mengijinkan mereka mempunyai anak kandung, bayi itu ketika lahir terlilit tali ari-arinya sendiri di bagian leher, sehingga meninggal. Sungguh hal yang berat yang dipikul oleh mamie dan papie. Bayi itu dimakamkan berdekatan dengan anak mereka yang pertama. Anak ke 2 diberi nama Yohanes. Tahun 1982 kembali mamie keguguran. Anak itu diberi nama David. Sekarang ke 3 makam anak-anak mamie setiap bulan selalu saya tengok. Di makam mereka, saya selalu mengajak agar mereka datang ke rumah mamie. Menengok ibu mereka. Saya juga katakan pada mereka, betapa saya ingin memberikan kebahagiaan pada mamie. Meminta mereka membantu doa saya agar saya diberi kesempatan dan kemampuan ekonomi untuk menyenangkan mamie selama hidup di dunia. Di tahun yang sama, akhirnya mamie dan papie mengadopsi kembali 1 anak laki-laki yang berasal dari Semarang. Sebenarnya anak laki-laki itu tidak akan diadopsi oleh mereka, tetapi mereka ditawari oleh kakak perempuan papie yang berdomisili di Cirebon. Anak itu diberi nama Benyamin. Sekarang Ben sudah menikah.

Kamis, 13 Mei 2010

Masa Kecil Yang Menyenangkan

Saya benar-benar mempunyai kenangan yang indah di masa kecil. Walau sebagai anak adopsi kasih sayang yang saya terima sangat besar, bahkan mungkin lebih besar dari anak-anak biologis. Alm papie bernama Joshua Henky Kusnadi. Ahhh sayang sekali, kesadaran saya belum tumbuh sebaik sekarang ketika papie hidup. Penyesalan ada di dada saya. Tetapi dengan intuiti yang saya miliki, saya tahu papie sudah memaafkan segala kedosaan saya. Papie sudah bahagia di surga. Doa saya, suatu hari nanti ketika sang kakala berbunyi untuk saya, saya boleh bertemu kembali dengan papie di surga. Amin. Menulis tentang papie, air mata pasti menetes. Walau tahu bahwa papie sudah memaafkan saya, rasa penyesalan bahwa saya belum mampu mengembalikan semua kebaikkannya, tetap tersimpan di hati ini. Saya diadopsi semenjak lahir. Saya, menurut cerita yang bisa dipercaya, tidak diharapkan oleh nenek dari pihak ibu biologis. Saya dianggap membawa sial di rumah tangga orang tua. Karena ketika dikandung sampai dilahirkan, keretakan rumah tangga mereka tidak bisa dipertahankan. Berjenis kelamin perempuan, membuat saya semakin tidak berarti di hadapan keluarga biologis. Tentunya cerita itu membuat banyak dampak pada prinsip hidup pada masa sekarang. Berjalannya waktu, semakin mendewasakan diri saya, dan untungnya, mujizat terjadi semenjak saya dilahirkan. Saya yang lahir dengan kondisi yang memprihatikan, karena mama ketika melahirkan saya dalam kondisi tidak sehat badan dan bathin, besar dengan kemampuan IQ yang sangat baik. Menjadi juara, walau tidak selalu juara pertama, tetapi menjadi 3 besar selalu bisa saya raih. Padahal, seiring kemampuan berpikir yang saya miliki, seharusnya saya ini bodoh. Karena semenjak dari kandungan saya tidak pernah dirawat dengan baik. Terpujilah Tuhan. Oleh karena itu, ketika banyak manusia lain berharap tentang mujizat yang nyata, saya sudah mengalaminya dari lahir. Sekarang saya tidak merasa iri dengan melihat orang lain. Saya mampu bersyukur untuk hidup yang saya alami. Jika anak lain tidak pernah di ulang tahunkan, saya malah selama 17 tahun selalu ulang tahun. Padahal, saya anak adopsi an. Betapa hebatnya

Kamis, 06 Mei 2010

Catatan Ke 2 tentang Kakak Perempuan

Meylia pernah saya bawa ke dokter psikolog. Pertamanya dia menolak karena dia menganggap bahwa dengan pemeriksaan ke dokter psikolog orang lain akan menganggap dia orang gila. Sulit memang menerangkan tentang fungsi dokter psikolog pada orang-orang yang terbatas pengetahuannya. Jangankan pada Meylia, orang lain pun ada yang beranggapan bahwa hanya orang yang sakit jiwa yang perlu psikolog. Di kota kecil memang pengertian tentang ilmu-ilmu yang membutuhkan waktu relatif lama dalam penyembuhan agak sulit diterima. Masalahnya keuangan. Karena biaya konsultasi yang tidak murah, tidak menghasilkan sesuatu yang langsung sembuh. Karena itu dokter psikolog di kota Tasikmalaya belum memasyarakat. Kembali pada Meylia, dia akhirnya bisa saya ajak ke Bandung, bertemu dengan dr. Dewi Kumaladewi Psi di apotek Medika Antapani. Setelah perbincangan dengan Meylia, saya diajak berbincang oleh Ibu Dewi, dan dari perbincangan tahulah saya bahwa Meylia mempunyai keterbatasan IQ yang pas-pasan. Pantasan dia sering tidak naik kelas. Keterbatasan itu dia turunkan ke anak-anaknya.Tapi kedatangan Meylia ke sana tidak berlanjut dengan komunikasi selanjutnya. Kembali ke dr. Dewi setelah mama biologis meninggal. Dan ternyata dia semakin parah kondisi kejiwaannya. Bahkan dokter sudah menganjurkan konsultasi ke psikiater dan Meylia sudah direkomendasi untuk mengkomsumsi obat penenang. Dan ternyata hasil diagnosa tersebut saya rasakan langsung ketika dalam perjalanan pulang ke Tasikmalaya. Dari Nagreg sampai Tasik dia teriak-teriak dan histeris. Ihhhh, sungguh pengalaman yang tidak ingin saya alami lagi. Saking stressnya, saya yang duduk di depan dan ac yang cukup dingin tidak mampu membuat saya nyaman, malah menjadikan badan panas berkeringat. Meylia memang ingin dikasihani, tetapi cara dia menunjukkan keinginan dikasihani menurut saya salah. Saat tulisan ini di buat saya belum menemukan cara untuk membantu dia keluar dari masalahnya.

Selasa, 04 Mei 2010

Cerita tentang Kakak Perempuan bagian I

Saya mempunyai kakak laki2 bernama Yonathan Lioes, dan kakak perempuan bernama Meylia Devita. Mereka berdua besar di lingkungan keluarga biologis, berbeda dengan saya yang diadopsi orang lain. Yang pertama menikah adalah kakak perempuan. Suami pertamanya adalah seorang pengusaha. Dari pernikahan itu dia mempunyai 2 anak, laki dan perempuan. Tetapi, usia pernikahan mereka tidak lama, mereka bercerai. Masalahnya klise, kakak perempuan saya tidak cocok dengan ibu mertua. Suaminya tidak bisa meninggalkan sang ibu. Akhirnya mereka bercerai. Di kacamata saya, mantan suaminya orang baik. Hanya kondisi dimana suaminya adalah anak terkecil, membuat dia harus tetap bersama ibunya untuk menjaga kesehatan sang ibu yang sudah sepuh. Kakak saya tidak bisa menerima kenyataan tsb. Sampai saat saya menulis cerita ini, mantan suaminya tidak menikah lagi. Bagaimana dengan 2 anak dari pernikahan mereka? Anak-anak itu hidup dengan kakak perempuan saya dan ibu biologis saya. Kakak saya bukan seorang ibu yang bisa mendidik anak-anaknya. Anak-anaknya tidak pandai di sekolah. Sepertinya mereka cenderung menmiliki IQ yang terbatas. Saya tidak tahu persis bagaimana kehidupan selanjutnya Meylia. Yang saya tahu beberapa tahun kemudian dia menikah lagi dengan seorang laki-laki bernama Robby. Dengan laki-laki ini dia memiliki 4 anak. 2 anaknya malah satu angkatan sekolah dengan anak-anak saya. Masalah bertambah dengan menikahnya Meylia pada Robby. Robby adalah laki-laki yang tidak bisa membawa kebahagiaan pada keluarga besar biologis saya. Di mata keluarga Robby adalah sebuah malapetaka. Tetapi di mata Meylia justru sebaliknya. Dan sebuah kekacauan pun secara berkala dan terus menerus terjadi di dalam kehidupan keluarga. Pada suatu hari, tepatnya saya lupa, saya diajak ke kantor polisi oleh kakak laki-laki karena Meylia mengancam akan bunuh diri masssal dengan suami dan ke 4 anaknya. Di kantor polisi dibahas rencana untuk mengetuk pintu rumah Meylia. Jujur, pada waktu itu saya tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi.Informasi yang saya peroleh sangat terbatas dan terpotong-potong. Pergi ke kantor polisi itu bersama dengan seorang ibu guru privat anak-anak Meylia, Ibu Heri, beliau juga mendapat pesan sms tentang rencana bunuh diri. Tidak ada hasil yang baik dari kantor polisi itu. Saya pulang dengan kebingungan, untuk apa saya ikut ke kantor polisi? hahaha. Ternyata niat bunuh diri ini terjadi karena Robby terlibat piutang yang sangat besar pada beberapa pihak. Meylia tahu kakak laki-lakinya adalah seorang milyuner yang mampu melunasi utang-utang itu. Dan mengancamlah dia untuk bunuh diri agar dikasihani. Robby, memang laki-laki yang sangat tidak tahu diri. Entah dipakai apa uang yang ratusan juta itu. Dia seorang penipu yang mampu membungkus kepala serigalanya dengan wajah malaikat di hadapan Meylia.

Mama Biologis Menginggal Dunia

Sore itu, jam 5.30, di hari Sabtu 17 April 2010, hp saya berdering. Berita dari suster yang merawat mama di rumah sakit Immanuel Bandung mengabarkan bahwa mama telah meninggal dunia. Terpujilah nama Tuhan. Saya langsung meminta pada suster untuk mendekatkan hp dia di telinga mama agar saya bisa mengucapkan permintaan maaf dan ucapan selamat jalan. Sebagai anak yang tidak dibesarkan olehnya saya sama sekali tidak mempunyai rasa dendam atau amarah pada beliau. Saya menyadari bahwa pasti ada hal-hal yang menyebabkan saya tidak dibesarkan sendiri oleh mama. Saya sudah menerima apapun alasan itu dengan lapang dada. Hal tsb saya katakan pada hari Rabu, 14 April 2010, juga melalui telepon selular suster. Padahal pada Minggu 11 April 2010 saya menengok mama bersama suami dan anak pertama, saya tidak ada ide untuk mengatakan langsung pada telinga mama. Waktu itu saya hanya mengatakan bahwa mama agar cepat sembuh sehingga saya bisa mengajak beliau jalan-jalan di mall. Seperti yang mengerti mama meng "hem" kan. Ide untuk mengatakan hal di atas berasal dari seorang teman, bernama Yenny, yang bekerja di Sequis Life. Saya bersyukur bahwa saya iklhas diberikan pada orang lain sempat saya katakan pada mama, walau lewat telepon. Mama sudah sakit sejak 5 tahun lalu. Kondisi sakitnya dimulai dari kulit yang terluka. Mama memang punya diabetes. Tetapi mama tidak sampai diamputasi, karena kulit mama mengering. Tetapi kondisi tubuh mama semakin lemah, sampai mama tidak mampu berdiri. Dan mama benar-benar tergolek di tempat tidur. Pada hari Rabu, 7 April 2010 mama di bawa ke Bandung karena tidak mau makan. Mama 11 hari di RS Immanuel.Pada Sabtu 17 April 2010 itu jam 7 malam bersama kakak laki-laki dan 2 sepupu kami berangkat membawa mobil jenasah ke Bandung. Sesampai di RS, saya langsung melihat jenasah mama.Saya kembali meminta maaf dan ucapan selamat jalan. Saya berlutut di tepi kasur, berdoa untuk kedamaian mama dan juga keinginan saya agar di dalam menjalani hidup, saya pun diberi kemampuan untuk menjadi seorang ibu yang baik bagi ke 3 anak yang Tuhan titipkan pada saya.Kembali ke Tsm jam 2 dini hari. Jam 3 saya pulang ke rumah, istirahat, karena jam 7 pagi saya harus menjemput kakak perempuan dan anak-anaknya. Sungguh bukan hal menyenangkan untuk menceritakan ttg kakak perempuan ini. Dia benar-benar jadi benalu bagi kakak laki-laki.Di lain bagian, saya akan membahas ttg keluarga biologis inti lebih panjang.Kembali pada alm mama biologis, setelah doa penutupan peti jenasah jam 9 pagi, keluarga menentukan jadwal penguburan pada hari Rabu, 21 April 2010 jam 9 pagi.

Rabu, 14 April 2010

Saya dan Donal Bebek


Saya membaca majalah Donal Bebek sejak lancar membaca. Jadi kira-kira dari kelas 3 SD. Ada banyak contoh kehidupan yang bisa saya terapkan untuk masa kini. Baik untuk pekerjaan maupun bersikap. Satu contoh yang belum lama saya terapkan ketika mempunyai supir yang pemalas. Suatu hari saya mengumpulkan semua karyawan, lalu saya berkata, bahwa bisnis saya bukanlah bisnis yang menjual peralatan tidur, sehingga saya tidak memerlukan iklan karyawan yang tidur di tempat kerja. Hal itu saya ambil contoh dari sikap Donal yang tertidur terus di tempat kerja. Sehingga akhirnya dia memperoleh pekerjaan yang cocok dengan kebiasaannya tidur di tempat kerja, yaitu showroom yang menjual kasur dan bantal. Donal menjadi "ikon" yang tertidur nyenyak, yang mampu membuktikan kepada konsumen bahwa betapa enaknya tidur di kasur tersebut, sehingga suara gaduh apapun tidak membuatnya bangun. Nah, ketika itu cerita inilah yang saya gunakan untuk mengatakan kepada karyawan, bahwa jika mereka mempunyai sifat pemalas seperti Donal, sebaiknya mereka bekerja di toko yang berjualan kasur. Dan ternyata sindiran saya sangat ampuh, supir pemalas itu mengundurkan diri. Saya bersyukur bahwa supir itu tidak marah, karena saya pun tidak memarahi dia, hanya memberi solusi untuk memecahkan masalah malas nya.

Selasa, 06 April 2010

Aku bersama Anak Pertama


Sekarang aku berusia 43 thn. Usia yang lebih dari dewasa. Merasa tua jika melihat anak yang pertama. Kadang juga menjadi awet muda jika berjalan bersama anak pertama itu, dia "bongsor", jadi ada banyak orang yg tidak mengira bahwa anak saya sdh besar. Saya bersyukur pada Tuhan diberi kepercayaan untuk membesarkan anak-anak yang saya lahirkan sendiri. Dg banyaknya sinetron yg menceritakan ttg anak angkat, lebih memudahkan saya untuk menerangkan pada anak-anak, apa yang menjadikan saya mempunyai 2 Ibu.

Rabu, 17 Maret 2010

Anak Terkecil Yang Menjadi Anak Pertama

Dari pertemuan itu, tahulah saya bahwa saya anak yang lahir sebagai anak terkecil. Tetapi kondisi "yg bagaimana gitu" mengharuskan saya untuk menjadi anak pertama. Its okey. Tidak masalah. Karena dengan menjadi anak pertama saya menjadi lebih dewasa dari kakak perempuan saya, yang lahir sebagai anak ke 2. Kami ber 3 saudara. Yg pertama laki-laki. Saya bersyukur bahwa saya tidak harus lelah mencari jati diri. Karena di banyak kisah kehidupan tidak sedikit yang tertatih-tatih mencari jati diri, ketika tahu bahwa "kami" hanya anak angkat. Entah karena saya mendapat kasih yg sesungguhnya dari ortu yang mengadopsi, menjadikan saya tidak sentimentil ketika bertemu dg kakak2 kandung. Dari pengetahuan bahwa saya hanya anak adopsi, saya berusaha untuk tidak mempermalukan keluarga yang mengadopsi. Apalagi yang mengadopsi saya bukanlah kerabat dari pihak ayah atau ibu biologis. Mereka benar2 orang lain yang berbelas kasihan. Dari usia yang terus bertambah dan ilmu pengetahuan dari sekolah, saya sekarang lebih suka mengatakan kata "biologis" daripada "kandung". Sepertinya biologis lebih "sopan" untuk ortu yg mengadopsi saya.

Senin, 15 Maret 2010

Mengetahui jati diri

Dari perbincangan dg teman itu, kami yg ternyata bersaudara kandung bisa bertemu. kami bertemu di rumah makan yg sama. Ada hal yg tidak biasa yg saya temui di pertemuan, yaitu bahasa. Mereka terbiasa dg bahasa Mandarin. Sedang saya,tidak mengerti. Hahaha. Saya "memprotes" nya, pake bahasa daerah saja, saya katakan pada mereka. Dari pertemuan itu, saya akhirnya tahu "siapa saya?" Tetapi karena (mungkin) usia yg sudah 17 tahun, membuat saya tidak terharu. Logika lebih berperan. Saya katakan bahwa saya berterimakasih karena "diakui". Terimakasih juga karena "dicarikan" ortu yg baik, yg menyayangi saya layaknya anak kandung. Bukannya ingin menjadi "anak durhaka", tetapi kenyataan bahwa TIDAK ADA SEORANG ANAK YANG MINTA DILAHIRKAN, saya katakan sejujurnya, bahwa saya tidak akan mampu menyayangi "mama" seperti mereka menyayangi mama. Saya menghormati beliau sebagai IBU, namun pengabdian sebagai anak tetap untuk "mami". Ini rencana Tuhan. Tidak perlu ada saling menyalahkan, atau tuntutan. Kita sudah bukan anak2 lagi. Tidak ada kemarahan dalam diri saya. Tidak pertanyaan "mengapa dibuang?"

Senin, 08 Maret 2010

3 anak

Ini foto ke 3 anak yang Tuhan titipan pada saya. Mereka bernama Hans Christian Kurniawan, Stefanie Kurniawan, Larasati Kurniawan.

Minggu, 07 Maret 2010

awal kehidupan

Ketika mendaftarkan diri ke blog niat saya adalah untuk berbagi cerita. Cerita tentang bgmn saya menyadarkan dan berusaha berdamai dg diri sendiri. Seru juga rupanya kehidupan yang saya alami. Jadi saya berkeinginan menjadi mentor bagi diri sendiri. Tidak pernah ada seorang anak yang minta dilahirkan. Yang ada orangtua lah yang meminta anak pada Tuhan. Saya suka bercanda dg anak2, kata saya, jika saja kalian boleh memilih ortu, pastilah tidak akan memilih kami sbg ortu. Pastinya....begitu anak2 menjawab. Dan kami tertawa bersama. Hidup. Kata itu menjadi sangat ajaib ketika kita sakit. Itu yg diharapkan oleh keluarga. Tetapi ketika ada embrio yang tetap bandel menjadi bayi, belum tentu kata Hidup yang diinginkan keluarga. Itulah yang kurang lebih terjadi pada diri saya. Cerita ini saya mulai dari berita tentang seorang teman yang kebetulan bertemu di sebuah rumah makan. Pada suatu malam minggu, di tahun 1984, ada kawan yang berultah. Ketika kami sedang bersantap, ada serombongan lain yang masuk ke rumah makan yang sama, termasuk teman tsb. Tidak ada yang istimewa pada saaat itu. Dua hari setelah bertemu di rumah makan, teman tsb menelepon saya. Dia mengatakan bahwa ada yang ingin ketemu dg saya. Siapa? Kakak. Kakak yang mana? Setahu saya, saya anak pertama.