THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Jumat, 24 September 2010

Seorang Pengeluhkah Saya?

Dengan menulis segala kepusingan diri, apakah menjadikan saya seorang pengeluh? Kalau boleh jujur, saya tidak ingin dikatakan seorang pengeluh. Karena apa yang saya lakukan di tulisan ini hanya sebuah pengungkapan yang sejujurnya tentang apa yang saya alami. Saya tidak bermaksud mengeluh pada siapa pun. Tentunya jika saya ingin mengeluh, saya akan melakukan pembicaraan dengan keluarga tentang apa yang sebenarnya saya alami dalam berumahtangga. Saya menulis justru tidak ingin membuat pikiran orangtua atau siapapun keluarga dekat ikut merasa pusing. Saya sudah dewasa ketika menikah, 28 tahun. Bukan usia yang muda lagi. Jadi alangkah malunya saya jika mengeluh pada keluarga. Saya menulis sebagai saluran rasa yang ada di dada, menyesakan seandainya tidak ada jalan untuk mengeluarkannya. Jadi keputusan apapun yang saya lakukan dalam pernikahan adalah resiko pribadi yang harus saya tanggung. Mungkin dari bekal pengalaman ini, saya bisa mengajarkan anak2 saya agar kelak mereka tidak mengalami hal yang sama yang saya alami. Pelajaran pertama adalah jangan pacaran di usia sekolah. Karena di usia itu sangat tidak mungkin kita membicarakan tentang uang dan warisan. Lalu, jangan pernah hanya mendengar tentang kekayaan dari orang lain tanpa pernah mengetahui kebenarannnya. dua hal inilah yang salah, yang menjadi kebodohan saya. Nama besar Trijaya, ternyata hanya omong kosong. Yang benar2 kaya sebenarnya kakak ipar suami yang mempunyai sikap low profile. Yang dimiliki Trijaya hanyalah kesombongan. Usia yang muda membuat saya tidak berpikir tentang guna sertifikat. Dengan di beri rumah tinggal saya berpikir bahwa itu sudah menjadi kepemilikan. Hahaha.

0 komentar: