THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Jumat, 30 Juli 2010

Indonesia Tercinta

Saya mulai suka dengan berita politik negara tercinta ketika memasuki usia 18 tahun. Dari mendengar dan membaca, saya mulai memahami bahwa negara ini salah urus. Duluuuu waktu masa SMA, saya menyukai korespondensi. Saya punya beberapa sahabat pena, bahkan ada yang orang asing tetapi mampu berbahasa Indonesia. Soalnya, saya sendiri tidak bisa berbahasa asing. Hahaha. Dari teman yang ber WN Jepang, saya mempunyai pengalaman yang menarik. Dia berani menjamin bahwa negaranya akan menjadi yang super di dunia mengalahkan Amerika dan Rusia, seandainya Jepang mempunyai kekayaan alam selimpah Indonesia. Saat ini saya mengerti mengapa dia mampu dengan rasa percaya diri berkata seperti itu. Jepang memang berbeda dengan kita secara SDM. Mereka mempunyai rasa malu dan tanggungjawab. Bagaimana dengan kita? Para pemegang tampuk kekuasaan negara ini jauh dari rasa tanggungjawab.Budaya tebal muka, kulit badak sangat lekat dengan para pejabat. Saya suka membandingkan cerita nyata hidup di negara ini dengan cerita Donal bebek. Saya jadi ingat dengan sikap Gober yang SANGAT KRITIS PADA PEGAWAI PAJAK. Bandingkan dengan kita di dunia nyata !!! Kita malah terbalik. Pegawai pajak yang galak minta ampun. Menakut nakuti. Ah menyebalkan.

Senin, 26 Juli 2010

Kenapa Saya Menulis

Saya dari kecil suka dengan cerita. Dulu ketika belum lancar membaca, saya suka dibacakan cerita oleh engku (panggilan untuk adik laki2 ibu). Saya beruntung karena mendapatkan masa kecil yang sangat indah, walaupun saya hanya anak angkat. Saudara dari pihak ayah dan ibu adopsi tidak pernah menganggap saya sebagai "anak pungut". Anak2 saya sekarang tidaklah seberuntung saya. Walaupun mereka lahir sebagai anak2 kandung tetapi saudara dari pihak ayah dan ibu tidaklah sebaik yang saya alami. Apalagi jika membandingkan antara ayah yang saya miliki dengan ayah anak2 saya. Hahahahaha, saya jadi tertawa sendiri menulis ini. Ironis memang. Padahal ayah saya hanyalah ayah adopsi, dan ayah anak2 saya adalah ayah biologis. Tetapi cara perlakuan dalam menunjukan kasih sayang amat sangatttt berbeda. Kenapa saya menulis dengan berani semua kemelut ini? Bukankah blog seperti ini terbaca oleh banyak orang? Bagaimana jika mereka yang saya tulis tersinggung? Saya tidak takut. Jika saja cerita yang saya tulis adalah bohong, tentu saya harus takut. Saya tidak ingin menjelekkan orang lain, tapi saya juga tidak bisa memuji orang lain tanpa suatu kenyataan, apakah orang yang saya tulis layak untuk dipuji atau tidak. Jika ada yang komplen dan keberatan dengan tulisan saya, menganggap bahwa saya mencoreng nama baiknya, saya bisa membawa para saksi (kebanyakan yang cerita pada saya adalah karyawan) untuk menceritakan langsung cerita2 yang saya tulis. Belajar untuk lebih sabar setelah memasuki usia 40 an saya praktekkan dalam kehidupan nyata. Saya berpikir bahwa penyakit datang tidak hanya yang kita makan saja, tetapi juga pola pikir yang sering marah2 bisa membawa penyakit untuk tubuh. Jadi menjalani hidup tanpa sikap marah yang berlebihan saya rasa akan membawa awet muda, tanpa biaya yang besar. Hahahaha. Tetapi sepertinya diagnosa saya tidak terlalu meleset jauh. Mencontoh diri sendiri, sampai usia 44 tahun sekarang ini, uban saya belum 10 lembar. Suami yang pemarah, 2x dalam seminggu harus menyemir rambutnya yang beruban. Hahahaha.

Selasa, 20 Juli 2010

Kecelakaan Kerja yang Membuat Marah

Saya sudah tulis bahwa suami bukanlah orang yang penyabar. Jauhhhh dari sifat belas kasih. Makanya sudah tidak aneh bila melihat dia marah2. Tetapi sifat pemarah memang mempunyai faktor keturunan. Tidak percaya? Inilah pengalaman saya hari ini, Selasa 24 Juli 2010. Tadi jam 11 siang saya pergi ke warteg cihideung, pegawai di sana mengeluhkan suasana yang tidak menyenangkan karena dari tadi pagi sudah dibuat pusing oleh amarah Yoyong (keponakan suami/ anak kakak perempuannya). Yoyong marah karena pegawai (Heri) sedang ke pasar membeli bahan untuk memasak, sedangkan istri dan anaknya hendak pergi dan memerlukan bantuan Heri untuk mengantarkan mereka. Heri sebenarnya bukan pegawai Yoyong, tetapi dia memang pegawai yang udah lama. Dia digaji oleh warteg. Yoyong tidak mau mengerti kalau yang namanya pergi ke pasar itu tidak bisa ditentukan waktunya. Yoyong ngotot untuk mengetahui jam berapa Heri pulang. Setelah kembali ke rumah, bagian suami yang marah2. Dia marah karena kecelakaan kerja yang dilakukan oleh supir angkutan yang membawa barang. Supir itu menabrak keramik senilai Rp. 660.000. Yang bikin saya heran, suami telp dengan supir itu dan men deal kan untuk membagi 2 kerugian tsb. Seharusnya jika memutuskan sendiri seperti itu kerugian yang Rp 330.000 adalah tanggung jawab suami. Tetapi ini malah dibebankan pada pegawai. Suami sama sekali tidak mempunyai rasa sayang pada karyawannya. Jadi sangat tidak aneh jika tidak ada karyawan yang setia pada dia. Tadi juga Ayang memerlukan obat flu. Obat tersebut seharusnya dibeli ke apotek yang jaraknya jauh dari rumah. Saya maunya dibelikan oleh supir, tetapi memakai motor, ternyata motornya sedang dipakai oleh karyawan yang lain yang pergi ke gudang. Seharusnya karena untuk kepentingan anaknya supir langsung pergi pakai mobil, begitu mau saya, tetapi yang terjadi adalah dia menyuruh supaya supir pergi dengan memakai motor pribadinya. Tentunya saya tidak mau seperti itu. Tidak etis rasanya. Jadinya saya menyuruh pegawai dapur untuk mencari ke apotek lain. Inilah pengalaman saya mempunyai suami. Saya ingin melihat sampai kapan kesadaran untuk mengasihi orang2 yang menolongnya akan suami dapat. Masihkah saya mampu untuk melihatnya?

Minggu, 04 Juli 2010

Suami yang Pemarah

Hari ini, 2 hari setelah kembali dari berlibur ke Jakarta, dan besoknya saya kembali ke Bandung untuk membawa anak yang sakit ke dr. Kelly, kembali ke hari Senin, saya menemukan kembali sifat pemarah, pencuriga, tidak puas oleh sikap kerja karyawan pada suami. Sudah cape rasanya membetulkan sifat dan sikapnya. Sekarang saya merasakan bahwa sifat turunan itu betul2 ada dan terasa. Makanya, saya tidak menyalahkan orang2 suku Jawa yang jika mencari jodoh untuk anaknya selalu menekankan pada 3B, Bibit-Bebet-Bubut. Melihat bagaimana kakak2nya dalam bermasyarakat, saya benar2 merasa betapa sulitnya untuk merubah cara suami untuk menghargai orang lain. Aneh rasanya jika di usia 43 tahun saya harus selalu marah2 pada karyawan. Jika pun harus marah karena kesalahan kerjanya, saya selalu bersikap tidak membuat mereka sakit hati. Untuk menegur mereka, saya selalu membawa rasa kesal dengan membuka semua akibat kesalahan yang mereka buat. Jadi mereka mengerti dan tentunya harapan saya mereka tidak mengulang kesalahan yang sama. Jika orang Kristen mempunyai salib yang harus dia pikul, maka bagi saya SUAMI lah pikulan salib yang harus saya angkat.